Banyak para pemuda dan pemudi menjadikan berpacara menjadi jalan untuk memulai sebuah hubungan.
Akan tetapi di perlukan juga pola berpacaran yang sehat, seperti apa? Simak artikel di bawah.
Pacaran adalah sebuah kata yang tidak asing di benak kaum muda. Fenomena pacaran menjadi hal yang sangat menarik untuk di kaji lebih dalam. Pacaran sungguh identik dengan ‘jiwa muda’ yang bergelora dan menggebu dalam keseharian. Kehidupan manusia memang tak lepas dari cinta dan perasaan yang timbul karena kesadaran akan kebutuhan “saling mengasihi”. Harus di akui pula, pacaran menjadi sebuah anomali antara kebutuhan dan keterpaksaan arus pergaulan. Kenyataan hari ini bahwa satu sisi pacaran menjadi sebuah keharusan bagi mereka yang mencoba beradaptasi dengan zaman dan di satu sisi yang lain adalah kebutuhan dasar manusia, yaitu dapat mengasihi antar sesama manusia.
Menurut Yahya Ma’shum dan Chatarina Wahyurini, Kompas Cyber Media (11 April 2004) Pacaran merupakan; proses sayang-sayangan dua manusia lawan jenis, itu merupakan kegiatan mengenal, memahami, serta belajar membina hubungan dengan lawan jenis sebagai persiapan sebelum menikah untuk menghindari terjadinya ketidakcocokan dan permasalahan pada saat sudah menikah. Masing-masing berusaha mengenal kebiasaan, karakter atau sifat, serta reaksi-reaksi terhadap berbagai masalah maupun peristiwa.
Makna berpacaran adalah kesepakatan antara dua insan manusia untuk saling mengasihi satu sama lain dengan aturan-aturan yang harusnya di tetapkan dan tidak melanggar norma dan etika. Fenomena pacaran tentu terkait erat dengan budaya atau tradisi yang di anut. Tradisi pacaran berbudaya “sopan santun” seperti Indonesia tentu akan berbeda dengan tradisi pacaran ala Barat. Bila tidak disikapi dengan baik, proses berpacaran bisa membentuk perilaku-perilaku negatif, berbagai keputusan yang salah dan berbahaya bagi perkembangan jiwa serta masa depan. Contoh kasus dari kegiatan berpacaran yang keluar batas dan kurang beretika adalah “seks di luar nikah”. Hal ini merupakan titik ekstrim penyimpangan pacaran yang “sehat” menuju pacaran yang “tidak sehat”. Pacaran yang tidak dilandasi “kontrol diri” dan perasaan benar-benar menjaga harga diri pasangan akan membuahkan kegiatan pacaran menjadi tidak sehat dan cenderung berorientasi pada hubungan seksual saja.
Generasi muda yang mampu menyikapi kegiatan berpacarannya dengan arif tentu akan mendasari hubungannya dengan kontrol diri yang baik sesuai dengan etika dan norma yang berlaku, dengan membuang jauh-jauh hubungan seks di luar nikah. Hegemoni media dan informasi turut menyumbang prilaku hubungan pacaran yang tidak sehat. Maka dari itu perlunya informasi yang menuturkan norma dan nilai-nilai yang harus tetap dijunjung ketika remaja berpacaran. Suatu media informasi yang dapat digunakan sebagai alat sosialisasi tata cara pacaran yang sehat kepada remaja adalah sebuah solusi dari minimnya informasi tentang hubungan pacaran yang sehat.
Peran serta dari orang tua dalam mendidik anak ketika beranjak dewasa dirasa menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan pendidikan tentang seks dan pacaran harus di tanamkan mulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga. Prinsip pola hubungan saling mengasihi yang sehat, beretika dan berkebudayaan ala timur harus ditanamkan secara konsisten oleh orang tua. Kesadaran akan bahaya dari seks bebas dan resiko hamil di luar nikah harus ditumbuhkan sejak usia remaja, sebelum anak-anaknya siap di lepas bergaul dalam masyarakat, dunia kampus, bahkan dunia malam sekalipun.
Tentu dengan kesadaran tinggi bahwa kegiatan berpacaran yang tidak didasari dengan Kontrol diri akan menyebabkan hubungan saling mengasihi menjadi timpang, cenderung berorientasi seksual. Kegiatan berpacaran akan lebih indah jika kesepakatan awalnya adalah berkomitmen untuk tidak melanggar norma dan etika yang sudah ada. Karena jika hubungan berpacaran tidak disikapi secara arif dan bijaksana akan membawa konsekuensi logis yaitu hamil di luar nikah dan beresiko terkena penyakit kelamin, serta sanksi sosialnya dikucilkan dari keluarga, sahabat, dan masyarakat.
Makna berpacaran adalah kesepakatan antara dua insan manusia untuk saling mengasihi satu sama lain dengan aturan-aturan yang harusnya di tetapkan dan tidak melanggar norma dan etika. Fenomena pacaran tentu terkait erat dengan budaya atau tradisi yang di anut. Tradisi pacaran berbudaya “sopan santun” seperti Indonesia tentu akan berbeda dengan tradisi pacaran ala Barat. Bila tidak disikapi dengan baik, proses berpacaran bisa membentuk perilaku-perilaku negatif, berbagai keputusan yang salah dan berbahaya bagi perkembangan jiwa serta masa depan. Contoh kasus dari kegiatan berpacaran yang keluar batas dan kurang beretika adalah “seks di luar nikah”. Hal ini merupakan titik ekstrim penyimpangan pacaran yang “sehat” menuju pacaran yang “tidak sehat”. Pacaran yang tidak dilandasi “kontrol diri” dan perasaan benar-benar menjaga harga diri pasangan akan membuahkan kegiatan pacaran menjadi tidak sehat dan cenderung berorientasi pada hubungan seksual saja.
Generasi muda yang mampu menyikapi kegiatan berpacarannya dengan arif tentu akan mendasari hubungannya dengan kontrol diri yang baik sesuai dengan etika dan norma yang berlaku, dengan membuang jauh-jauh hubungan seks di luar nikah. Hegemoni media dan informasi turut menyumbang prilaku hubungan pacaran yang tidak sehat. Maka dari itu perlunya informasi yang menuturkan norma dan nilai-nilai yang harus tetap dijunjung ketika remaja berpacaran. Suatu media informasi yang dapat digunakan sebagai alat sosialisasi tata cara pacaran yang sehat kepada remaja adalah sebuah solusi dari minimnya informasi tentang hubungan pacaran yang sehat.
Peran serta dari orang tua dalam mendidik anak ketika beranjak dewasa dirasa menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan pendidikan tentang seks dan pacaran harus di tanamkan mulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga. Prinsip pola hubungan saling mengasihi yang sehat, beretika dan berkebudayaan ala timur harus ditanamkan secara konsisten oleh orang tua. Kesadaran akan bahaya dari seks bebas dan resiko hamil di luar nikah harus ditumbuhkan sejak usia remaja, sebelum anak-anaknya siap di lepas bergaul dalam masyarakat, dunia kampus, bahkan dunia malam sekalipun.
Tentu dengan kesadaran tinggi bahwa kegiatan berpacaran yang tidak didasari dengan Kontrol diri akan menyebabkan hubungan saling mengasihi menjadi timpang, cenderung berorientasi seksual. Kegiatan berpacaran akan lebih indah jika kesepakatan awalnya adalah berkomitmen untuk tidak melanggar norma dan etika yang sudah ada. Karena jika hubungan berpacaran tidak disikapi secara arif dan bijaksana akan membawa konsekuensi logis yaitu hamil di luar nikah dan beresiko terkena penyakit kelamin, serta sanksi sosialnya dikucilkan dari keluarga, sahabat, dan masyarakat.
SARAN
Saran saya Pacaran itu sah sah saja, asalkan kita mengikuti norma norma yang berlaku. Kita juga harus bersikap sesuai dengan lingkungan kita. Pacaran tidak boleh kebablasan, misalkan bergandeng tangan di depan umum, berciuman dll. Karena menurut orang-orang hal itu dianggap taboo dan tidak seusai dengan norma. -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar