Kisah yang saya tulis ini adalah hasil dari imajinasi saya sendiri dan tentu saja ada inspirasi dari kisah lain
Seorang pendeta tua datang ke istana untuk bertemu dengan raja, akan tetapi pendeta tersebut tidak diperkenankan masuk oleh sang penjaga istana, karena raja tidak sedang ingin diganggu. Dengan wajah kecewa sang pendeta tua itu pun pergi meninggalkan halaman istana. Tidak mudah menyerah pendeta itu pun datang kembali keesokan harinya.
Tapi apa daya, dia ditolak untuk masuk ke dalam istana, dan begitupun seterusnya selama beberapa bulan. Dewa Ra yang menyamar jadi pendeta itu pun kesal karena sangat sulit untuk menemui Raja Salitis yang tidak lain adalah putranya. Dia akhirnya memutuskan dengan cara yang paling dia hindari, dengan kemampuan sihirnya yang sungguh dahsyat, walaupun tidak sedahsyat saat dia berada pada wujud dewa. Pendeta itu mengeluarkan sihir untuk membuat sinar matahari lebih panas dari pada biasanya. Dengan sihir tersebut dalam hitungan bulan negeri tersebut mengalami kesulitan, negeri yang dulunya subur kini menjadi negeri yang tandus dan kekeringan. Jangankan makanan dan buah-buahan, air untuk keperluan sehari-hari saja sangatlah sulit untuk didapatkan.
Tapi apa daya, dia ditolak untuk masuk ke dalam istana, dan begitupun seterusnya selama beberapa bulan. Dewa Ra yang menyamar jadi pendeta itu pun kesal karena sangat sulit untuk menemui Raja Salitis yang tidak lain adalah putranya. Dia akhirnya memutuskan dengan cara yang paling dia hindari, dengan kemampuan sihirnya yang sungguh dahsyat, walaupun tidak sedahsyat saat dia berada pada wujud dewa. Pendeta itu mengeluarkan sihir untuk membuat sinar matahari lebih panas dari pada biasanya. Dengan sihir tersebut dalam hitungan bulan negeri tersebut mengalami kesulitan, negeri yang dulunya subur kini menjadi negeri yang tandus dan kekeringan. Jangankan makanan dan buah-buahan, air untuk keperluan sehari-hari saja sangatlah sulit untuk didapatkan.
Bulan terus berganti, kekeringan masih melanda negeri yang dulunya indah ini. Pemerintah tentunya sangat kesulitan dalam mengatasi bencana ini. Uang kas negara sudah habis untuk mengimport air dan makanan dari negara tetangga yang tidak terkena musibah ini. Raja dan para bangsawan lainnya melakukan rapat demi bertahan dari bencana ini, hingga akhirnya mereka sepakat untuk mengambil alih kekayaan negara tetangga dengan cara menginvasi nya. Dengan biaya yang cukup besar, kerajaan siap berperang melawan negara tetangga tersebut. Akan tetapi rakyat tidak setuju dengan perang seperti itu, dikarenakan lebih baik biayanya digunakan untuk mengatasi kelaparan. Tapi pihak kerajaan tetap dengan pendiriannya, pihak rakyat pun tidak mau diam saja, maka dilakukan lah perlawanan terhadap tentara kerajaan. Perang saudara pun terjadi, negara tetangga yang mendengar hal ini pun tidak diam saja, mereka dengan liciknya membantu persenjataan kepada pasukan pemeberontak agar pemerintahan dihancurkan, dengan cara itu mereka bisa menghancurkan negara yang dulu nya sombong dan acuh kepada mereka menjadi hauncur-sehancurnya.
Dengan keadaan yang semakin semrawut raja mengutus untuk dicarikan penyihir yang sakti untuk mengatasi bencana yang sudah menggerogoti negeri ini selama hampir 1 tahun. Lalu datanglah 33 penyihir dari seluruh penjuru dunia, mereka diminta untuk menurunkan hujan yang tidak kunjung datang. Para penyihir yang kemampuannya hebat itu pun sama sekali tidak ada yang bisa menurunkan hujan, sungguh aneh memang pikir salah seorang penyihir. Seharusnya hujan sangat mudah diturunkan dengar sihir, bahkan orang yang baru belajar sihir 10 tahun saja bisa melakukannya, apalagi para penyihir yang sudah belajar selama berpuluh-puluh tahun ini. Salah seorang penyihir berkata "Yang mulia, ini sangatlah aneh, dengan kemampuan kami semua seharusnya kami bisa menurunkan hujan yang bahkan bisa menenggelamkan negeri ini, akan tetapi dari kami semua sama sekali tidak ada yang bisa menurunkan hujan". Raja pun tampak kecewa, dan mengutus pengawal untuk mengusir para penyihir itu, para penyihir yang diperlakukan kurang baik itu pun tersinggung karena diusir dengan cara yang kurang menyenangkan. Maka mereka pun memberontak, dengan kemampuan sihir mereka masing-masing para pengawal yang berada disitupun mati seketika. Raja Salitis yang saat itu ketakutan berlari keluar istana, karena para penyihir itu bukan tandingannya sendiri. Lalu ketika Raja Salitis berlari dengan raut wajah yang ketakutan, ia berlari ke sebuah stable, dan mengambil kudanya meninggalkan negeri, rakyat serta keluarganya.
Negara pun hancur, istana yang megah itupun tidak tersisa bentuk bangunannya, warga yang sudah sangat marah meninggalkan tanah itu dan mereka semua hijrah ke negara lain. Istri dan anak-anak Salitis tidak diketahui dimana keberadaannya, kemungkinan mereka mati atau pergi tidak diketahui sampai akhir cerita. Negara yang dulunya kaya raya, dengan rakyat yang sentosa dan makmur kini menjadi Negeri yang sudah tidak jelas bentuknya. Bangunan kota banyak yang terbakar, dan hancur emas-emas yang ada istana hilang tanpa bekas dijarah. Kini banyak daerah dari kerajaan itu diambil alih oleh kerajaan lain, dan anehnya daerah-daerah kerajaan yang telah diambil oleh negara lain tersebut kembali subur dan tidak kekeringan lagi. Masyarakat percaya bahwa kejadian yang terjadi itu adalah suatu teguran dari dewa, dan mereka kembali lagi mendalami ajaran agama yang sudah ada.
Pada saat Salitis kabur dengan mengendarai kuda, dia bertemu dengan seorang pendeta tua yang tidak lain adalah penjelmaan Dewa Ra, dengan tangisan air mata yang deras dia memohon agar diberikan makan dan minuman, karena sudah 10 hari dia berkuda tanpa makan dan minum air dikarenakan setiap sungai dan dan kolam yang diatemui selalu kering. Dengan rasa simpatinya pendeta itu pun mempersilahkan Salitis masuk ke gubuknya dan memberikan segentong air dan buah-buahan serta daging ayam untuk disantap Salitis. Setelah makan dan minum dengan lahapnya Salitis berterima kasih kepada pendeta itu, dia berjanji akan melakukan apapun untuk membalas atas kebaikan sang pendeta. Lalu pendeta itu berkata kepada Salitis, "Berikan aku hidup mu!" Salitis yang tidak mengerti maksud sang pendeta itu bertanya kembali, apakah dia harus mengabdi selamanya kepada pendeta tersebut? Jika iya, maka ia dengan senang hati akan memberikan hidupnya kepada pendeta yang telah baik itu. Pendeta itu pun berkata, "Aku tidak butuh pelayananmu, seharusnya kamu sudah melayani ku dari dulu, tapi kamu telah sombong dan menghina ku". Saliti pun kebingungan, dan bertanya dimana letak kesalahannya. Tanpa panjang lebar pendeta itu pun berdiri, lalu dia merubah wujudnya menjadi Dewa Ra. Melihat hal itu Salitis menjadi ketakutan, karena dia teringat akan perkataan ibunya sesaat sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, beliau pernah berkata kepada Salitis seperti ini "Anakku, Sesungguhnya saat kamu terlahir didunia, matahari bersinar terang dan menghangati dunia. Tanaman tumbuh subur dan semua bersuka cita karena rahmat itu, maka jika kamu sudah menjadi orang yang hebat jangan lah lupa dengan sang matahari, karena dialah kamu bisa terlahir didunia.". Mengingat perkataan ibunya tersebut Salitis menangis dan dia memohon ampun kepada sang dewa matahari, dia memang berhak untuk dihukum mati oleh sang dewa. Lalu dewa Ra berkata "Aku tidak layak membunuhmu, karena kamu adalah anakku. Aku akan menghukummu dengan keabadian, tapi dari keabadian itu hanya kesengsaraan yang kamu dapatkan. Kamu tidak akan mempunyai bayangan yang menemanimu, sinar matahari akan membencimu, kamu tidak akan bisa hidup dibawah cahayaku. Kamu tidak akan bisa memakan buah-buahan segar yang tumbuh karena cahayaku, dan kamu akan menjadi orang yang kesepian seumur hidupmu". Sesaat kemudian cahaya menyelimuti ruangan itu, Salitis teriak kesakitan, seakan-akan dia seperti ditusuk oleh besi panas dan karena kondisi tubuhnya yang lemah itu diapun pingsan.
Tahun-tahun berlalu setelah kejadiaan itu, Salitis pun terbangun dari tidurnya itu. Dia tidak sadar bahwa dia sudah tertidur selama bertahun-tahun. Salitis yang dulu tampan kini berubah bentuk menjadi monster, monster yang memiliki kuku tajam dan panjang serta memiliki taring tajam. Setelah tidur selama itu diapun kehausan, akan tetapi air yang berada di wadah disisinya tidak bisa melampiaskan dahaganya, dia pun bercermin dipermukaan air itu dan dia tidak dapat melihat bayangan dirinya. Dia pun mencoba keluar dari gubuk tersebut, ternyata gubuk tersebut berada disebuah daerah yang aneh, disana terdapat banyak pohon tinggi dan lebat sehingga sinar matahari tidak bisa mengenai dirinya. Dia berjalan seorang diri, dia mendengar sebuah suara aliran air sungai, diapun berlari mencari asal suara tersebut. Setelah dia menemukan sungai, dia berlari kearah sungai tersebut, akan tetapi setelah dia keluar dari hutan tersebut dia tiba-tiba merasa dirinya terbakar oleh api yang sangatlah panas. Diapun mundur kembali kedalam hutan, dan dia teringat dengan semua kejadian sebelumnya. Dia kini sadar, dia bukanlah lagi manusia, dia sudah dikutuk oleh dewa Ra ayahnya sendiri, kini dia tidak bisa berjalan dibawah sinar ayahnya. Diapun duduk termenung dibawah pohon sambil menahan rasa lapar dan dahaga, tidak sadar diapun tertidur seketika dan bermimpi, didalam mimpinya dia bisa melihat wujudnya. Dia sangat kaget dengan dirinya yang sekarang, lalu dirinya yang ada di mimpi itu berkata, "Jika kamu mau hidup, berjalanlah ketika matahari telah terbenam. Jika kamu lapar dan haus maka minumlah darah yang segar. Bersembunyilah dari keramaian manusia, karena mereka akan menganggap mu monster, dan kamu akan diburunya.". Tiba-tiba dirinya yang ada didalam mimpinya pun menghilang, dan diapun terbangun dari tidurnya, malam sebentar lagi tiba, dia kembali ke gubuk itu untuk mencari jubah untuk menutupi tubuhnya dan wajahnya. Dengan wajah tersenyum lebar, dia memantapkan dirinya untuk melakukan perjalanan dimalam itu demi memulai hidupnya yang baru.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar