19 Jan 2016

Tales of Ferdia: Chapter 1

CHAPTER 1
HARI YANG MERUBAH HIDUPKU


===================
POV = Pjerre Swanhill

Pada pagi itu seperti biasa aku sedang bersiap-siap untung menggembala ternak ke padang rumput, sebelum berangkat kami bertiga sarapan terlebih dahulu sambil berbincang-bincang seperti biasa, tapi pada pagi itu ada yang terlihat aneh dari wajah paman Gilbert.

"Paman? Kenapa kau terlihat pucat? Apa kau sakit?" Tanyaku sambil meminum susu sapi yang baru diperas bibi Anne.

"Tidak kok, paman sehat-sehat saja" sanggahnya.

"Iya sayang, kau terlihat pucat, lebih baik kau istirahat saja hari ini, biar aku dan Pjerre yang bekerja hari ini." timpal bibi Anne sambil memegan dahi paman.

"Tak usah bi, aku saja cukup, lebih baik bibi rawat paman saja." akupun langsung bersiap-siap untuk pergi.

"Hey, aku tidak perlu diatur oleh anak kecil sepertimu." Teriak paman sambil mencoba berdiri dari kursinya.

"Tuh kan, kamu berdiri saja tidak kuat, apalagi untuk bekerja?" kata bibi sambil membereskan peralatan makan di meja.

"Haha, yasudah kalau begitu, aku pergi dulu ya bi. Tolong rawat paman hingga sembuh." akupun langsung bergegas mengambil topi kesayanganku, lalu keluar rumah dan bersiap untuk menggembala para hewan ternak yang jumlahnya tidak terlalu banyak itu.

=====

Perjalanan dari rumah ke padang rumput tidaklah jauh, hanya butuh waktu perjalanan kira-kira 20 menit, itu terhitung sambil menggiring para hewan, kalau aku berjalan sendiri mungkin bisa lebih cepat. Sesampainya di padang rumput itu, aku melepas para hewan agar mereka mencari makan sendiri, sedangkan aku menuju ke sebuah pohon yang sangatlah rindang, itu adalah tempat favoritku untuk bersantai sambil menunggu hewan ternak makan rumput. Biasanya aku duduk di bawah pohon tersebut sambil membaca buku, akan tetapi hari ini tidak, dikarenakan aku tidak memiliki buku baru yang bisa kubaca.

Karena bosan menunggu, akupun ketiduran. Hingga tidak lama kemudian ada yang membangunkanku.

"Hei, Pie bangun." terdengar suara lembut yang tak asing di telingaku.

Aku pun mencoba untuk membuka mata sambil menahan rasa kantuk itu, "Hoaaah, kau Jennifer, kenapa membangunkanku?".

"Kamu tertidur sudah cukup lama tahu, lihat itu matahari sudah mulai berada diatas" berkata Jennifer sambil menunjuk ke atas langit.

"Haaa!! Iya, terima kasih yah Jen, kalau tidak ada kamu aku bisa dimarahi karena belum pulang jam segini, baiklah aku pulang dulu yah Jen." aku pun langsung bergegas menuju ke hewan ternak ku.

"Pie, apakah kamu akan kembali kesini lagi? Aku, aku ingin menunjukan sesuatu padamu." teriak Jen dari lokasi aku tertidur tadi.

"Baiklah, Jen. Kamu tunggu saja disitu, aku akan kembali lagi." balasku.

Akupun bergegas menggiring kembali hewan ternak ke kandang di samping rumahku, dalam perjalanan pulang aku kepikiran apa yah yang ingin Jennifer perlihatkan padaku. Oh, iya omong-omong tentang Jennifer (Jennifer Hoffman), dia adalah satu-satu nya anak yang sebaya denganku di desa, hmm tidak seusia sih, dia lebih tua 1 tahun dari ku (16 tahun). Dia adalah anak dari seorang nelayan di danau Euk, makanya tidak heran jika ia berada di daerah situ. Menurutku dia itu manis, berkulit putih pucat dan berambut pirang, dan yang aku suka darinya adalah warna matanya yang berwarna biru muda, sedangkan aku memiliki warna mata coklat muda. Secara fisik aku lebih tinggi darinya, yah wajar aku kan anak laki-laki jadi memang lebih tinggi darinya. Aku sering bermain dengannya dari kecil, karena memang di desa ini anak yang sebaya denganku tidak ada, eh tapi dulu aku punya teman sebaya yang bernama Will, akan tapi dia dikirim ke ibu kota oleh keluarganya untuk bersekolah, wajar orang tuanya adalah pedagang sukses di desa jadi uang tidaklah masalah untuk mereka.

Sesampainya di rumah aku langsung bergegas kembali ke danau Euk untuk menemui Jen. Sesampainya disana Jen langung melambaikan tangannya kepadaku, akupun bergegas mendekatinya.

"Maaf yah Jen agak lama, tadi bibi menyuruhku untuk mengambil kayu bakar dulu dari gudang, paman sedang sakit, jadi bibi kewalahan mengurus semuanya.",

"Ahh, maaf, aku tidak tahu pamanmu sakit, apa besok saja ya?". tanyanya.

"Hahaha tidak apa-apa Jen, lagian sudah tanggung ini. Jadi, apa yang ingin kamu tunjukan padaku?" tanyaku penasaran.

"Hmmm. tidak disini Pie, kamu harus ikut aku dulu kedalam hutan itu, tapi kamu janji jangan bilang kesiapapun ya?" pinta Jen sambil mengangkat jari kelingking kanannya yang lentik itu.

"Janji." akupun langung menyambungkan jari kelingking ku ke jari kelingkingnya.

Setelah itu kamipun bergegas, kami berjalan di pesisir danau dan menuju ke hutan yang mengarah ke kaki gunung. Kami berjalan cukup jauh, sudah 1 jam kami berjalan menyusuri hutan, akupun agak takut karena aku dengar di hutan ini ada monster buasnya. Dan pada akhirnya sampailah kami ke tempat tujuan, tempat itu ternyata adalah sebuah gua, aku baru tahu kalau ada gua di daerah sini.

"Tempat apa ini Jen?" tanyaku ketakutan.

"Beberapa hari lalu aku selalu bermimpi aneh Pie, aku bermimpi berjalan menyusuri jalan yang kita lewati tadi, dan berakhir disini." cerita Jen kepadaku.

"Beneran kamu Jen? Apa kita perlu masuk kedalam Jen? Sepertinya berbahaya jika kita masuk kedalam Jen."

"Sudah kepalang tanggung Pie, ayo kita masuk" ajak Jen.

"*Gleek* Ba.aaiklah Jen". aku pun mengikuti Jen dari belakang.

Bersambung.


Tidak ada komentar: