25 Jan 2016

Tales of Ferdia: Chapter 6

CHAPTER 6

ARCANA ACADEMY


=================
POV Jennifer Hofmann

Kami memutuskan untuk menuju kota pelabuhan Stamford, kota tersebut bukan hanya terkenal dengan kegiatan perdagangan hasil laut saja dan juga industri pembuatan kapalnya saja, akan tetapi kota itu terkenal dengan akademi penyihirnya, yaitu Arcana. Akademi Arcana sudah berdiri sangat lama sekali, bahkan sebelum kota Stamford itu ada. Arcana dipimipin oleh seorang penyihir yang sangat hebat, konon dari cerita yang pernah kudengar beliau sudah berusia ratusan tahun.

Setelah kejadian yang mencekam di desa kami, ayah memutuskan kalau kami akan pindah ke kota Stamford tersebut, sebenarnya aku tidak ingin, aku tidak ingin berpisah dari Pjerre, tapi pada akhirnya ayah berhasil menaklukan kekerasan hatiku, aku pun setuju dengannya. Aku tidak ingin kejadian hari itu terulang kembali, maka aku pun bersiap untuk mengikuti tes masuk ke Arcana.

Perjalanan panjang telah kami tempuh, akhirnya sampailah kami di kota Stamford, sesampainya disana hal yang kami lakukan adalah mencari rumah saudara ayah, tapi malang nasib kami, ternyata saudara ayah sudah lama pergi dari kota tersebut, ayah memang tidak pernah menceritakan masa lalunya kepada ku, aku saja baru tahu jika ayah mempunyai saudara disini. Lalu aku dan ayah memutuskan untuk menginap di sebuah penginapan murah, kami memang tidak memiliki banyak uang, tapi ayah juga tidak berdiam saja, tanpa mengistirahatkan dirinya ia langsung pergi ke pelabuhan untuk mencari pekerjaan, dengan kemampuan ayah memperbaiki kapal tidaklah sulit untuk mencari pekerjaan di bengkel kapal. Benar saja, hanya sekali melamar pekerjaan saja dia sudah mendapatkan pekerjaan, kami bersyukur sekali pada saat itu.

Akupun juga tak ingin berdiam diri saja, karena tujuan utama kami sebenarnya adalah mengirimku untuk belajar di Arcana. Aku mencari beberapa informasi mengenai pendaftaran sekolah tersebut, dan beruntungnya aku ternyata pendaftaran di Arcana selalu dibuka setiap sebulan sekali yaitu pada tanggal 13 tiap bulannya. Hari demi hari berganti hingga tiba waktunya, aku mendatangi tempat pendaftaran Arcana, tempat pendaftarannya berada di halaman sekolah. Ada banyak sekali calon murid yang berkumpul hari ini. Aku yang sedang sibuk mengisi data diri ku, tiba-tiba terperangah dengan kedatangan seorang pria yang kutaksir berusia 30 tahunan, dia melayang diatas kami lalu dengan santainya mendaratkan dirinya di tengah kerumunan.

"Selamat pagi para calon murid Arcana, selamat datang di akademi sihir terhebat di dunia, perkenalkan namaku adalah James Padavona, aku adalah kepala sekolah disini, pada hari ini kalian semua akan di test. Testnya tidak lah sulit, kalian hanya perlu menyentuh batu ini, layak tidaknya kalian, batu ini lah yang akan menentukan" teriaknya dengan lantang.

Semua orang yang berada disitu sangatlah terkejut, kita semua diuji hanya dengan batu hitam tersebut. Tapi aku lega, karena aku memang tidak tahu sama sekali dengan sihir, jika kulihat-lihat banyak dari calon murid ini yang sudah cukup berpengalaman di dunia ini, karena memang tidak ada batasan usia dalam mempelajari ilmu sihiri ini. Satu persatu para calon murid diuji oleh batu itu, setelah seorang calon murid menyentuh batu itu, kamudian batu itu berbicara tentang masa lalu dan masa depan dari si pemegan batu tersebut, lalu batu tersebut memutuskan layak atau tidaknya calon murid tersebut.

Setelah menunggu giliran akhirnya tibalah saat aku untuk diuji batu tersebut, aku menghampiri tuan James Padavona, lalu ia tersenyum ramah kepadaku dan mempersilahkan aku untuk menyentuh batu tersebut. Lalu batu tersebut bergetar dengan kerasnya, dan kemudian pecah. Semua orang yang berada disitu terperangah tidak terkecuali tuan James Padavona.

"Apaa?!! Kenapa bisa??" tanyanya kaget kepadaku. "Siapa kaum nak??!!".

"Nama ku Jeniffer Hofmann" jawabku ketakutan.

"Baiklah, maaf untuk semuanya, acara pendaftaran hari ini telah ditutup, untuk yang berhasil selamat, dan bagi yang belum, mohon kembali lagi bulan depan." terangnya sambil menenangkan diri.

Semua peserta yang belum diuji dengan terpaksa meninggalkan lokasi itu, banyak yang kecewa dengan pengumuman tersebut, karena memang banyak orang yang datang dari jauh ke sini untuk mendaftar.

"Nona Jeniffer, bisakah kau ikut aku?" ajaknya. Akupun mengiyakan ajakannya, lalu dia mengajakku masuk ke sebuah ruangan besar, disana terdapat sebuah meja bundar dan kursi yang melingkarinya, baru kuketahui bahwa ruangan itu adalah ruangan pertemuan antara para guru disana. Lalu tidak lama setelah kami berada di ruangan tersebut lalu datang lah 12 orang yang berpenampilan sama dengan tuan James Padavona, sepertinya itu adalah pada guru besar di akademi ini.

"Maaf. aku telah memanggil kalian kesini, tapi aku menemukan hal yang menarik hari ini, anak ini, setelah beberapa puluh tahun lamanya akhirnya kita mendapatkan murid yang spesial lagi. Anak ini memiliki masa depan yang cerah." berkata dia dihadapan ke 12 orang itu.

"Murid spesial katamu? Aku lebih senang dengan murid biasa tapi berpotensi besar, apa kau tidak kapok dengan murid yang macam ini? Dulu kau juga memiliki murid seperti ini, tapi sekarang dia telah tiada, dia kabur dari akademi ini dan menghianati kami semua" ucap seorang pria paruh baya yang tidak setuju dengannya.

"Aku tahu, diantara kalian pasti tidak ada yang setuju, tapi aku mohon pertimbangkanlah kali ini, aku akan memberikan dia pengawasan penuh, bahkan kalau perlu aku akan menjadi mentornya." pinta James Padavona kepada mereka.

Lalu mereka berdebat panjang lebar, akhirnya setelah perdebatan tersebut dilakukan sebuah voting, apakah aku layak berada disini atau tidak. Setelah melakukan voting hasilnya adalah 7:6 dimana 7 orang termasuk tuan James Padavona setuju aku berada disini.

"Selamat nak, kau telah resmi menjadi murid akademi ini. Nah sekarang ayo kita temui orang tuamu, aku akan meminta izinya, karena dalam beberapa tahun kedepan kau akan dititipkan disini." ucapnya.

Kamipun menuju ke kamar dimana penginapan kami, lalu kami bertemu dengan ayahku. Dan ia langsung memperkenalkan dirinya kepada ayahku.

"Tuan Hofmann, perkenalkan namaku adalah James Padavona, aku adalah kepala sekolah Arcana, maksud dan tujuan ku berada disini untuk meminta izin kepadamu agar menitipkan anakmu kepada kami."

"Aku sangat berterima kasih sekali karena anda mau menerima anakku, aku tahu anak ini memiliki bakat seperti ibunya, akan sangat disayangkan jika dia berakhir menjadi orang biasa." cerita ayahku kepadanya.

"Ibu nya?? Kalau boleh tahu siapakah nama ibunya?" tanyanya pada ayahku.

"Dulu aku pernah mengalami kecelakaan saat bernelayan, dan aku terdampar disebuah pantai lalu aku diselematkan oleh seorang wanita yang tidak lain adalah ibunya, wanita itu menolongku, karena kebaikan hatinya dan juga kecantikannya aku pun jatuh cinta padanya, lalu pada akhirnya kami pun menikah, dan melahirkan anak kami Jen" ayah bercerita.

"Apakah wanita itu bernama Chantalle?" tanyanya.

"Bagaimana anda tahu dengannya? Apakah dia murid anda?." tanya ayah kaget.

"Ya, dia adalah murid spesialku, sepertinya ini adalah takdir untuk kita semua dipertemukan dengan cara seperti ini."

"Tunggu!! Apa ibuku seorang penyihir juga? Ayah kenapa kau tidak pernah cerita kepadaku? Kenapa ayah?" tanyaku marah.

"Maaf Jen, bukan ayah tidak ingin bercerita kepadamu, tapi ibu mu yang meminta merahasiakkanya sebelum dia meninggal dunia, dia tidak ingin putri kesayangannya tahu. Maafkan ayahmu Jen."

"Tidak apa ayah, maafkan Jen juga ayah, Jen sudah berbicara keras kepada ayah" lalu aku memeluk erat ayahku.

Lalu kami bertiga berbincang panjang lebar, kami juga bercerita tentang tragedi di desa kami, setelah mendengar cerita tersebut wajahnya menjadi sedikit pucat, sepertinya ia tahu banyak tentang mahkluk yang menghancurkan desa kami tersebut.

"Aku tahu mahkluk itu, dia adalah monster Hide-and-seek, seperti namanya, monster itu sangatlah suka bersembunyi, jika ada yang berhasil menemuinya maka ia akan menghancurkan orang-orang terdekat dari penemunya, monster itu sangatlah sulit ditemukan, hanya para Finder yang bisa menemukannya" ceritanya kepada kami.

"Apakah anda bisa menemukannya?" tanyaku penasaran.

"Maaf Jen, aku tidak bisa. Aku memang penyihir hebat, tapi aku bukanlah seorang finder seperti kamu, 1 dari 1000 manusia biasa berpotensi menjadi penyihir, tapi hanya 1 dari 1000 penyihir sajalah yang berpotensi menjadi seorang Finder." jawabnya. "Tapi tenang saja, aku bisa membantumu memaksimalkan kemampuan mu itu".

Akhirnya aku resmi menjadi murid di akademi Arcana, ayahku tinggal sendiri di kota Stamford, dengan sedikit uang kompensasi dari Arcana ayahku membeli sebuah rumah, dan membangun bengkel pembuatan kapalnya sendiri. Kami sering berkirim surat, tapi tidak setiap hari karena kesibukan kami masing-masing.

Setelah 2 bulan aku berada di akademi, akhirnya aku menemukan cara untuk menghubungi Pjerre, walaupun kemampuan Finder ku belum begitu baik, tapi tidaklah sulit untukku mencari alamat tinggal Pjerre. Mungkin karena ikatan kami sangatlah kuat jadi tidak sulit bagikut bisa menemukan alamatnya, setelah menemukan alamatnya aku mengirimkan surat pertamaku kepadanya, didalam surat itu aku langsung menceritakan keseharianku selama ini.

Bersambung

Tidak ada komentar: