22 Jan 2016

Tales of Ferdia: Chapter 5

CHAPTER 5

LEMBARAN BARU

=======================
"Waaaaa!! besar sekali tembok benteng ini." seru ku. Aku kagum bukan kepalang dengan kemegahan tembok yang ada dihadapanku, menurut buku yang kubaca, tembok tersebut sudah berusia ratusan tahun lebih, tidak ada yang pernah berhasil menjebol tembok benteng ini. Sejak awal dibangun tembok ini selalu berhasil melindungi penduduknya yang tinggal di dalam. Tembok setinggi 50 meter itu lah yang melindungi kota Windsor, sebuah kota terbesar kedua yang terkenal dengan pusat perdagangan dan kerajinannya dari Kerajaan Ferdia. 

Ya, kami telah sampai ke tempat tujuan kami setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, dalam perjalanan kami bertemu dengan sebuah karavan yang memiliki tujuan yang sama, kami sunguh banyak terbantu dengan kebaikan mereka. Tujuan kami yang pertama tentu saja mencari rumah kakak sepupuku kak Lisa (Melissande Swanhill). Dia menikah dengan seorang saudagar yang berasal dari kota ini, dari cerita yang kudengar dari paman dulu, mereka berkenalan pada saat kak Lisa masih bekerja sebagai perajin tembikar, memang dari dulu dia sangat suka membuat tembikar, karena melihat bakat itu makanya pamanku menitipkan kak Lisa kepada teman lamanya yang seorang pedagang tembikar pada saat usia yang cukup muda.

Tidak sulit untuk menemukan rumahnya, karena ini bukan pertama kalinya kami datang kesini. Kami disambut dengan hangat oleh keluarganya kak Lisa, dia tinggal bersama suami dan kedua putri kembar mereka serta seorang pelayan, suaminya bernama William Kerr, dan kedua putrinya bernama Valeria dan Vanessa, mereka masih berusia 5 tahun. Kak Lisa senang sekali saat dengan kedatangan kami, mungkin baginya itu adalah suatu kejutan.

"Kenapa ibu tidak mengabariku jika ingin kesini? Setidaknya aku bisa mempersiapkan pesta untuk menyambut kedatangan kalian, oh iya kenapa ayah tidak ikut kalian?" tanyanya.

Mendengar pertanyaan tersebut bibi langsung meneteskan air mata, lalu ia menceritakan semua tragedi itu. Kak Lisa tidak bisa menahan tangisannya setelah mendengar cerita kami, ia menangis dengan histeris lalu suaminya menenangkannya, sungguh pemandangan yang tidak ingin kulihat. Setelah merasa baikkan, kakak ku langung menyuruh pelayannya untuk menyiapkan kamar untuk ku dan bibi ku. Kami pun dipersilahkan untuk langsung istirahat di kamar, dan harus bersiap untuk makan malam bersama nanti. Malamnya kami makan bersama, sebelum makan kami melakukan doa bersama, untuk paman dan juga korban lainnya.

=========================

Keesokan harinya aku bangun lebih siang, karena telah mengalami pengalaman yang buruk beberapa hari lalu dan juga efek kelelahan setelah melakukan perjalanan jauh aku butuh istirahat lebih. Aku langung menuju kamar mandi, ternyata kamar mandi sudah disiapkan semua, mulai dari air panas, peralatan mandi dan juga pakaian baru untukku. Sungguh ramah sekali keluarga kakak sepupuku ini, wajar saja mereka bisa menjamu kami seperti ini, karena suaminya berasal dari keluarga pedagang yang sukses. Selesai mandi aku langung menuju meja makan, disana kutemukan kak Lisa.

"Hey Pie, kamu bangun juga akhirnya. Pasti kamu sangatlah lelah yah" tanyanya ramah kepadaku.

"Terima kasih kak, karena sudah menerima kami" jawabku sambil menundukan badan ku.

"Hei kamu ini, tentu saja kita kan keluarga, kamu juga sudah kuanggap sebagai adik kandungku kan?"

 "Sudah lebih baik kamu makan sini, kakak sudah menyiapkan semuanya untukmu, habiskan ya!"  pintanya.

Aku menyantap semua hidangan yang ada di meja besar itu dengan lahapnya, ada ayam goreng, kentang rebus, roti, keju, susu dan buah-buahan segar. Sambil menyantap makanan tersebut kami berbincang panjang lebar, tak lupa aku menceritakan Jennifer kepadanya.

"Terima kasih kak, sungguh enak sekali makanan ini semua. Oh iya bibi dimana kak?" tanyaku.

"Ibu sedang tertidur, tadi pagi badannya panas, sepertinya dia demam, tapi kamu jangan khawatir, ibu sudah diberi obat oleh dokter terbaik di kota ini." jawabnya menenangkan hati. "Lebih baik kamu jalan-jalan saja sana, ini aku beri uang, jika ingin membeli sesuatu beli saja ya. Kalau kurang minta saja, jangan malu."

Mendengar hal itu tentu saja membuat perasaanku tidak enak, aku tidak mau memanfaatkannya, sudah dikasih tempat tinggal yang nyaman saja aku sudah sangat berterimakasih, lagi pula aku tak ingin merepotkannya. Yap, aku memutuskan untuk mencari pekerjaan, mungkin ada yang butuh sedikit keahlianku, begini-gini aku cukup ahli di bidang kerajinan besi, karena selain mengurus ternak aku juga bekerja sambilan pada ahli besi di desa ku.

Tapi naas sekali nasibku, tidak ada sama sekali lowongan untukku. Walaupun disini banyak perajin besi akan tetapi standarisasi mereka sangatlah tinggi, makanya para perajin itu berani dibayar mahal karena kemampuan mereka haruslah sangat hebat, karena tingginya standar itu aku pun ditolak berkali-kali. Aku pun memutuskan untuk mencari pekerja yang lain, tapi apa? Aku tidak punya kemampuan lain, akhirnya hari itu aku pun memutuskan untuk berjalan-jalan saja.

================

Sudah sebulan lebih aku tinggal disini, sungguh kerasan tinggal disini, perjuanganku mencari pekerjaan selalu saja sia-sia, karena merasa putus asa akhirnya aku memberanikan diri untuk meminta pekerjaan kepada suami kak Lisa, mendengar hal itu dia dengan senang hati menerimaku, sebenarnya dia ingin menawariku pekerjaan, akan tetapi dia merasa tidak enak hati, tapi akhirnya dia merasa lega karena akulah yang pertama kali memintanya.

Aku bekerja di tempatnya dibagian pencatatan, kerjaanku hanyalah mencatat dan mencatat, sebenernya aku merasa bosan melakukan hal tersebut, tapi bagaimana pun juga aku yang telah meminta pekerjaan kepadanya, maka aku harus mensyukurinya. Karena pekerjaan yang tidak terlalu berat itu maka aku bisa membawa pekerjaan itu ke rumah. Hingga pada suatu hari setelah aku menyelesaikan kerjaan ku aku mengalami kejadian seperti berikut:

"Tuan Pie, ada surat untuk anda,," suara itu mengagetkanku dari lamunan.

Ah rupanya itu adalah paman Aldo, dia adalah pelayan di rumah ini, dia sudah bekerja di tempat ini lama sekali, dari cerita yang kudengar dari kak Lisa paman Aldo sudah bekerja saat kak William belum lahir, lama juga fikirku. 

Surat dari siapa ya fikirku dalam hati. Haah?!! surat dari Jen, bagaimana dia tahu alamat ini? lalu aku membaca surat tersebut, didalam surat tersebut barulah kutahu jawaban dari pertanyaanku tadi..

Bersambung..

Tidak ada komentar: