31 Jan 2016

Tales of Ferdia: Chapter 10

CHAPTER 10

SELAMAT DATANG PART 2


=========Pov Pjerre Swanhill

Tak terasa aku sudah berlari selama 30 menit lebih, setidaknya sudah 5 putaran aku berlari, dengan beban yang terus bertambah akupun sangat kelelahan. Kulihat sudah banyak yang berguguran karena pingsan, tapi sepertinya Bowie baik-baik saja dia terlihat cukup menikmatinya walaupun wajahnya sudah pucat seperti mayat.

"Kau tidak lelah?" tanya ku kepada Bowie.

"Hah.. hah.. segini sih masih belum seberapa." jawabnya menyangkal.

"Hahaha lihat wajahmu sudah pucat seperti itu, Kau harus menguruskan badanmu tuh." candaku.

"Huhh enak saja.. Aku akan buktikan kepada mereka yang meremehkan aku tadi." katanya kesal sambil menunjuk kearah segerombolan anak yang seusia kami.

Segorombolan yang dimaksud adalah Robert dan kawan-kawan, kudengar dari yang lain dia adalah anak bangsawan di kerajaan ini, hebat juga yah, anak bangsawan pun tidak diistimewakan. Tapi kurasa dia cukup hebat, walaupun terlihat sombong tapi dia memang terlihat kuat, aku bisa merasakan hal itu.

Robert dan kawan-kawannya sekitar 10 orang lari terdepan, disusul aku dan Bowie dibelakang mereka, dan peserta lainnya mengikuti kami. Tak terasa sudah 9 putaran kami lalui, dan semakin banyak peserta yang menyerah. Tapi aku kagum dengan gerombolan Robert dan kawannya tak satupun dari mereka yang kehilangan ritme berlarinya, bahkan mereka masih memimpin didepan kami semua.

"Hei... Bowie, kamu masih kuat?" kataku kelelahan.

"Tentu saja Pi.." jawabnya sambil mengangkat jempol kepadaku.

Akhirnya selesai juga lari 10 putaran ini, aku dan Bowie berhasil menyelesaikan ujian pertama ini, lalu setelah selesai kami semua terkapar di tengah jalan, haus sekali rasanya. Kurang lebih satu jam kami semua berlari, dari ratusan peserta kini tersisa hanya setengahnya, benar-benar ujian yang sangat berat.

"Selamat, kalian yang berhasil menyelesaikan tantangan ini.. Silahkan kalian minum terlebih dahulu, karena ujian berikutnya akan dilakukan 1 jam lagi." kata salah satu penguji.

"APA??!! Gila kali, kami hampir mati kehabisan napas hanya diberi istirahat 1 jam saja?" batinku.

"Hahaha, kenapa? Kalian tidak kuat ya? Dasar orang kampung!!!" samber Robert.

Mendengar hal itu aku pun kesal, dan secara refleks aku pun bangun dan menghampirinya, tapi Bowie menahanku, rasanya kesal sekali diremehkan oleh orang seperti mereka.

"Tenanglah Pie.. Kalau kau berkelahi kau akan dikeluarkan, apa lagi mereka itu anak bangsawan dan orang berada." kata Bowie menenangkan ku.

"Iyaa. Maafkan aku. Trims Bow telah menghentikan amarahku." kata ku mengalah.

"Cihhh, dasar anak kampungan." kata Robert kesal.

========

Selesainya kami semua beristirahat, para peserta yang tersisa dikumpulkan ditengah lapangan.

"Ujian yang kedua, kali ini ujiannya sama beratnya, dan aku berharap kalian tidak kenapa-kenapa setelah mengikuti seluruh kegiatan ini." kata salah seorang penguji.

"Nah, untuk ujian yang kedua kali ini kalian harus membawa tas yang berisi batu tersebut ke asrama yang berada disana, kalian harus kesana sambil jalan mundur, kalian paham?" sambungnya kembali.

"Paham!!!!" teriak kami serentak.

Ternyata ujian kedua ini tidaklah terlalu berat dibanding ujian yang pertama, kami hanya harus berjalan mundur sambil membawa tas ini. 

"Tapi ada syaratnya, kalian harus jalan terus, tidak boleh berhenti sebentar saja, jika dari kalian ada yang terlihat berhenti para pengawas akan menyuruh kalian berjalan kembali kesini, dan mengulangi lagi dari awal."

"Dan tidak boleh menoleh kebelakang." tambahnya.

"Batas waktunya sampai matahari terbenam, jika sampai waktu itu kalian belum berada di asrama, kami nyatakan gagal." tambahnya lagi.

"Yang benar saja??" gerutuku kecil.

"Tenang saja Pie, kita harus jalan secara sebaris, kau jalan duluan aku akan menyusulmu, aku akan memandumu dari depanmu, soalnya instingku lumayan tajam" kata Bowie percaya diri.

"Baiklah, aku akan mengikuti saranmu." balasku.

Ya, memang insting bowie sangatlah tajam, wajar saja dia selalu berburu di dalam hutan di kegelapan malam, jadi jalan mundur seperti ini bukan lah hal yang sulit baginya. Akhirnya kami berjalan secara berbaris seperti yang bowie usulkan, dia memanduku dengan lancarnya, akhirnya kamipun berhasil sampai ke asrama.

Walaupun jalan menuju asrama tidak lurus dan sedikit berbelok dibeberapa titik tapi kami berdua lancar melaluinya, para penguji kagum melihat kami, karena hanya kami berdua lah yang paling cepat sampai dan tanpa mengulang, sedangkan kelompoknya Robert harus mengulang sekali.

"Selamat bagi kalian yang berhasil menyelesaikan semua ujian, dan ternyata lumayan banyak juga yang lulus. Sekarang kalian istirahat lah dulu disini, jika kalian lapar dan haus silahkan nikmati hidangannya" kata seorang penguji.

Dari seratus lebih peserta yang mendaftar pagi tadi, sekarang hanya tersisa 31 orang saja yang lulus. Dua ujian yang berat itu telah berhasil mengeliminasi banyak peserta. Apalagi ujian jalan mundur, ternyata ujian itu yang paling berat, karena medan untuk sampai ke asrama sangatlah sulit jika dilakukan dengan jalan mundur, apa lagi tanpa melihat. Dari ujian kedua saja bisa mengeliminasi setengah peserta, dan hanya 31 orang saja yang berhasil.

Kami yang berhasil lulus beristirahat sambil menyantap hidangan yang ada, walaupun badan lengket karena keringat, tapi kami semua bisa menikmatinya. Aku pun berkenalan dengan para peserta yang lulus, ternyata banyak dari mereka yang berasal dari luar, hanya kelompoknya Robert saja yang berasal dari sini. Ketika kami sedang menikmati waktu kami, tiba-tiba datanglah ketua akademi didampingi seorang yang tak asing lagi, iya itu kak Josef.

"Perkenalkan, namaku Henry Donovan, aku adalah ketua akademi disini. Dan disampingku dia adalah wakilku, namanya Josef Swanhill." 

"Selamat kalian semua yang berada disini telah dinyatakan lulus semua, mulai besok hari kalian semua resmi sebagai calon prajurit di kerajaan Ferdia. Tidak seperti prajurit rekrutan, para lulusan dari akademi ini akan langung setara dengan jabatan kapten. Kalian akan memiliki karir militer  yang cerah, karena hanya prajurit yang terbaik sajalah yang bisa lulus dari tempat ini." jelasnya.

Ya aku tahu itu, berbeda dengan prajurit rekrutan, prajurit yang berasal dari akademi ini memiliki karir yang lebih cemerlang, banyak jendral-jendral yang dulunya adalah murid disini, karena ditempat ini para murid tidak hanya dilatih fisiknya saja, tapi juga diberi pendidikan.

"Nah, sekarang aku akan membagikan kamar kepada kalian, yang namanya kusebut langsung menuju kamarnya." kata seorang penguji.

"Pjerre Swanhill, Robert Blackwood, Steve McNair kalian ke kamar nomer 23." tambahnya.

"Apaa? Kenapa aku sekamar dengan Robert??" batinku dalam hati.

"Kenapa aku sekamar dengan orang ini?" kata Robert sambil menunjukku.

"Sudahlah, itu sudah kami atur, sekarang kalian bergegas ke kamar kalian, lalu bersihkan diri kalian, dan istirahatlah besok kalian harus bangun pagi untuk latihan." kata penguji memerahi kami.

"Cihh... " gerutu Robert.

Sial, kenapa begini sih? Kenapa aku harus sekamar dengan orang sombong seperti Robert? Dan kenapa juga aku harus terpisah dari Bowie, dia enak bisa sekamar dengan orang-orang yang berasal dari kalangan biasa seperti kami, tidak seperti si Robert ini yang berasal dari kalangan bangsawan, makanya dia bisa sombong seperti itu. 

Sesampainya di kamar, kami pun mandi secara bergantian, kamar asrama kami cukup luas. Didalamnya terdapat kamar mandi dan toilet, lalu terdapat 4 buah lemari ukuran sedang dan juga 2 buah ranjang bertingkat. Aku memutuskan berbagi ranjang dengan Steve dibandingkan dengan Robert.

"Hai Pjerre, perkenalkan aku Steve" katanya sambil mengajak salaman.

"Hai juga Steve, ah panggil saja aku Pie" kataku sambil menyambut tangannya.

"Pi, apakah Josef itu saudaramu?" tanyanya lagi.

"Yah, dia kakak sepupuku, dia lah yang mengajak ku kemari." jawabku,

Seperti orang yang sudah lama kenal kami mengobrol cukup akrab, lalu kami saling bercerita latar belakang kami, ternyata Steve berasal dari Stamford, mendengar hal tersebut lalu aku bertanya tentang Arcana dan kehidupan disana, kami mengbrol sampai rasa kantuk menghampiri kami, kulihat Robert sudah tertidur, dasa sombong, dia tidak tertarik dengan obrolan kami. Karena rasa kantuk sudah menghampiri maka kamipun memutuskan untuk tidur di ranjang kami masing-masing.

Bersambung.

Tidak ada komentar: